Jumat, 03 Mei 2013

Manusia dan Pandangan Hidup

  • Cita-cita
           Cita-cita adalah suatu impian dan harapan seseorang akan masa depannya, bagi sebagian orang cita-cita itu adalah tujuan hidup dan bagi sebagian yang lain cita-cita itu hanyalah mimpi belaka. Bagi orang yang menganggapnya sebagai tujuan hidupnya maka cita-cita adalah sebuah impian yang dapat membakar semangat untuk terus melangkah maju dengan langkah yang jelas dan mantap dalam kehidupan ini sehingga ia menjadi sebuah akselerator pengembangan diri namun bagi yang menganggap cita-cita sebagai mimpi maka ia adalah sebuah impian belaka tanpa api yang dapat membakar motivasi untuk melangkah maju. Manusia tanpa cita-cita ibarat air yang mengalir dari pegunungan menuju dataran rendah, mengikuti kemana saja alur sungai membawanya. Manusia tanpa cita-cita bagaikan seseorang yang sedang tersesat yang berjalan tanpa tujuan yang jelas sehingga ia bahkan dapat lebih jauh tersesat lagi. Ya, cita-cita adalah sebuah rancangan bangunan kehidupan seseorang, bangunan yang tersusun dari batu bata keterampilan, semen ilmu dan pasir potensi diri.

          Bagaimanakah jadinya nanti jika kita memiliki beribu-ribu batu bata, berpuluh-puluh karung semen dan berkubik-kubik pasir serta bahan-bahan bangunan yang lain untuk membuat rumah namun kita tidak mempunyai rancangan maupun bayangan seperti apakah bentuk rumah itu nanti. Alhasil, mungkin kita akan mendapatkan rumah dengan bentuk yang aneh, gampang rubuh atau bahkan kita tidak akan pernah bisa membuat sebuah rumah pun.

           Fenomena seseorang tanpa cita-cita bisa dengan mudah kita temui, cobalah tanya kepada beberapa orang siswa SMU yang baru lulus, akan melanjutkan studi di mana mereka atau apa yang akan mereka lakukan setelah mereka lulus. Mungkin sebagian dari mereka akan menjawab tidak tahu, menjawab dengan rasa ragu, atau mereka menjawab mereka akan memilih suatu jurusan favorit di PTN tertentu. Apakah jurusan favorit tersebut mereka pilih karena memang mereka tahu potensi mereka, tahu seperti apa gambaran umum perkuliahan di jurusan tersebut dan peluang-peluang yang dapat mereka raih kedepannya karena berkuliah di jurusan tersebut, sekedar ikut-ikutan teman, gengsi belaka, trend, karena mengikuti “anjuran” orang tua, atau bahkan asal pilih? Yang terjadi selanjutnya adalah di saat perkuliahan sudah berlangsung, beberapa dari mereka ada merasa jurusan yang dipilihnya tidak sesuai dengan apa yang dia bayangkan atau tidak sesuai dengan kemampuannya. Boleh jadi setelah itu ia akan mengikuti ujian lagi di tahun depan atau malas-malasan belajar dengan Indeks Prestasi Kumulatif alakadarnya. Sungguh suatu pemborosan terhadap waktu, biaya dan tenaga.

           Dahulu ada sebuah tradisi kurung ayam, balita yang sudah berumur beberapa bulan dikurung dalam sebuah kurungan ayam yang ditutuipi kain. Lalu di sekeliling kurungan tersebut disimpan berbagai macam benda yang mewakili profesi seperti gitar (musisi),
spidol (pengajar/guru), sarung tinju (atlit), pesawat-pesawatan (pilot) dan lain-lain. Lalu orang tua akan memperhatikan benda apakah yang pertama kali diambil oleh balita tersebut, jika ia mengambil terompet maka orang tua akan beranggapan sang bayi kelak akan menjadi seorang musisi atau berpotensi menjadi seorang musisi. Namun tampaknya adat semacam ini jarang dilakukan lagi. Nilai yang dapat diambil dari tradisi semacam ini adalah bahwa orang tua mempunyai peranan penting dalam memfasilitasi anaknya untuk mengeksplorasi bakat dan minat yang dipunyainya. Dan membantu untuk mengembangkan potensi yang dimilikinya.

          Cita-cita bukan hanya terkait dengan sebuah profesi namun lebih dari itu ia adalah sebuah tujuan hidup. Seperti ada seseorang yang bercita-cita ingin memiliki harta yang banyak, menjadi orang terkenal, mengelilingi dunia, mempunyai prestasi yang bagus dan segudang cita-cita lainnya. Namun seorang muslim tentunya akan menempatkan cita-citanya di tempat yang paling tinggi dan mulia yaitu menggapai keridhaan Allah.


  • Kebajikan
          Prinsip bahwa kebajikan merupakan suatu pengetahuan adalah bahwa untuk mengatahui kebaikan adalah dengan melakukan kebaikan. kejahatan, kekeliruan atau semacanya muncul karena kurangnya pengetahuan, ketidakacuhan, dan ketiadaan lainnya. jika mengetahui kebaikan adalah dengan melakukan kebaikan, maka kekeliruan hanya datang dari kegagalan untuk mengetahui apa yang baik. "Tak ada orang yang melakukan kejahatan secara sukarela", kalau mengetahui kebaikan tentang sesuatu (dalam hal apapun itu), seseorang tak mungkin bermaksud memilih kejahatan.

        Mungkin kita sering mendengar orang berkata "saya bertindak berlawanan dengan penilaianku yang lebih baik", atau "saya benar-benar lebih tahu?". mungkin hal ini konyol, karena jika kita benar-benar lebih tahu, jikan kita bear-benar lebih paham tentang hal yang lebih baik untuk dilakukan maka kita pasti akan melakukannya. jika kita benar-benar memiliki penilaian yang lebih baik dari yang kita gunakan, maka kita pasati bertindak berdasarkan penilaian tersebut, dan bukannya berlawanan. ketkan seseorang melakukan tindak kejahatan atau kekliruan, pastilah itu didasarkan pada pemikiran bahwa tindakan itu akan ada eksesnya, ada keuntungannya. seorang pencuri tahu bahwa mencuri itu adalah salah, tapi dia mencuri cincin berlian karena dia meyakini bahwa hal itu akan memikat perempuan, atau akan membuat dia kaya sebagai keuntungannya. begitu pula orang-orang yang menghabiskan hidupmya demi mengejar kekuasaan, gengsi atau kekayaan. mereka melakukannya karena berpikir bahwa salah satu dari tindakan itu akan membawa kebahagiaan bagi mereka.

         Seseorang harus tahu sifat alamiah manusia, supaya mengerti apa yang baik bagi manusia dan apa yang akan bisa membawa kebahagiaan, serta supaya mengerti bagaimana hidup dan apa yang harus dikejar untuk diraih. tanpa memperhatikan ini, tak akan pernah tahu apa yang baik bagi manusia dalam sebuah kehidupan, mengejar demi mencapai sesuatu namun tak pernah mendapatkan kebahagiaan, kehidupan seperti bisa dikatakan "kehidupan yang tak teruji, sedangkan kehidupan yang tak teruji tidak layak disebut hidup" (Socrates : Seri Petualangan Filsafat).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar